>
Untuk dibaca

Pilihan Sulit Menjadi Penerjemah Bahasa


By on November 06, 2024

Pilihan Sulit Menjadi Penerjemah Bahasa

Ketika Anda membayar PBB atau pajak yang lain, Anda dapat disebut telah melakukan perbuatan warga negara yang taat, terlepas apa motivasi Anda. Mungkin Anda membayar pajak karena kesadaran Anda sebagai warga negara yang baik, mungkin karena terpaksa, mungkin karena malu, dan mungkin juga karena ada kepentingan- kepentingan tertentu, misalnya untuk memperlancar usaha Anda sendiri. Apa pun motivasi yang mendorong Anda membayar pajak, di mata negara, Anda tetap disebut warga negara yang taat. Bahkan sekalipun bersamaan dengan itu, Anda diam-diam terus melakukan korupsi, misalnya.

Demikian pula ketika Anda membayar zakat atau ber sedekah, Anda disebut muslim yang taat sekalipun mungkin dalam melakukan itu Anda merasa terpaksa, atau malu, atau mengharapkan Allah akan membalas Anda dengan rezek yang berlipat ganda.

Pendek kata, taat boleh Anda artikan secara melakukan perintah atau kewajiban, dengan tanpa melaik motivasi yang mendorong pelaksanaannya. Lalu, apa bedanya taat dengan ibadah? Ibadah itu pengabdian kepada Allah. Karena itu, berbeda dengan fast, dalam ibadah, motivasi atau dalam bahasa agama mat-sangatlah penting Thadah tanpa niat bukanlah ibadah namanya. "Innamala malu binniyat," sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadis sahih. "Hanya dengan niatlah, amal ina sah sebagai amal." Segala amal yang didorong oleh niat Lale Ta'ala, mencari keridaan Allah, dapat disebut ibadah. Sebaliknya, perbuatan yang tampaknya seperti ibadah, bisa tidak dapat dianggap ibadah karena niat atau motivasi yang salah. Membaca al-Qur'an dengan niat mendapat piala, tentu tidak sama dengan niat mendapat pahala.

Taqarrab lain lagi. Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah tidaklah semata-mata taat atau ibadah. Taqarrub bukan sekadar melaksanakan perintah atau kewajiban. Lebih dari itu, taqarrub adalah melaksanakan itu semua sebagai kebutuhan sebagai hamba yang mencintai dan ingin dekat kepada Tuhannya. Tentu saja taqarrub sulit dilakukan oleh mereka yang pengenalan terhadap Tuhannya masih terbatas.

Wabadu, dalam melaksanakan puasa Ramadan, kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri untuk memperoleh jascaban apakah kita berpuasa sekadar menaati kewajiban, mengharap pahala yang kata mubaligh dan para kiai tak terkira besarnya itu, karena kepentingan kepentingan kita sendiri yang lain, misalnya agar sembuh dari penyakit dan sebagainya, ataukah karena kita merasa perlu untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan kita?

Apa pun jawaban jujur yang muncul dari diri kita sendiri, akan dapat kita manfaatkan bagi peningkatan bagi keberagamaan dan penghambaan kita kepada-Nya. Puasa, seperti sering dikatakan para kiai, adalah amalan khusus antara kita, sebagai hamba dan Allah saja. Hanya Allah yang tahu kita berpuasa, dan hanya Allah yang tahu motivasi apa yang mendorong kita berpuasa.

Lebih dari itu, sebenarnya dalam bulan suci Ramadan, dalam bulan yang kita bisa bebas menyendiri dengan diri kita sendiri dan Tuhan kita, kita bisa bertanya-tanya kepada diri sendiri mengenai berbagai perilaku kita selama ini, tentang motivasi sikap dan perbuatan-perbuatan kita, dan tentang segala sesuatu yang lain dalam kaitannya dengan eksistensi kita sebagai hamba Allah.

Siapa tahu kita akan memperoleh jawaban, dan dari jawaban itu kita menjadi tahu lebih yakin apakah kita ini hamba yang taat, hamba yang mengabdi kepada-Nya. Dengan demikian, selain mendapat hikmah dan pahala puasa, kita masih mendapatkan sesuatu yang dapat kita jadikan bekal bagi penyempurnaan hidup kita sebagai hamba yang diangkat sebagai khalifah-Nya di bumi ini.

Penggalan cerita diatas yang diambil dari salah satu karya terbaik dari seorang penulis sekaligus seorang Kiai, A. Mustofa Bisri mengingatkan saya akan pentingnya niat dalam setiap tindakan, termasuk dalam beribadah. 

Sebagai penerjemah, saya juga harus memiliki niat yang tulus untuk menyampaikan pesan yang benar dan akurat. Namun, saya juga menyadari bahwa niat saya sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pemahaman saya tentang teks aslinya, pengetahuan tentang budaya dan agama yang berbeda, serta tekanan untuk memenuhi deadline.

Dalam proses penerjemahan, saya seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Kata mana yang paling tepat untuk menggambarkan konsep tertentu? Apakah saya harus mengutamakan akurasi atau kefasihan? Setiap pilihan yang saya buat akan berdampak pada makna keseluruhan teks.

Pusat Bahasa

Panduan Belajar Bahasa Online